Patokan Halal atau Haramnya Makanan, Ikan, Hewan, dan Burung

Daftar Isi
Patokan Halal atau Haramnya Makanan, Ikan, Hewan, dan Burung

Masalah No. 39 pandangan ulama terhadap Islam. Postingan ini membahas mengenai masalah-masalah penting yang terkadang dipertanyakan dalam sebuah forum pengajian atau rutinan ngaji oleh sebagain masyarakat umumnya.

Pertanyaan: Apakah yang menjadi patokan halal dan haramnya makanan, ikan, hewan, dan burung?

Berikut Penjelasan seputar Patokan Halal atau Haramnya Makanan

Jawaban: Mengenai makanan, yaitu setiap makanan yang enak dimakan, bergizi, dan tidak menjijikkan atau membahayakan kesehatan tubuh atau rohani.

1. Patokan mengenai halal atau haramnya makanan

Allah berfirman sebagai berikut:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ
Dan Allah menghalalkan kepada mereka (makanan) yang baik-baik dan mengharamkan kepadanya setiap perkara yang kotor (jijik). (QS Al-A'raf: 157)

Tafsiran ayat ini menurut tafsir Al-Munir, Juz I, hlm. 302, yaitu:

Makanan yang baik-baik itu ialah setiap makanan yang dianggap baik oleh tabiat/jiwa yang sehat, dan makanan yang kotor yaitu setiap makanan yang dianggap kotor/jijik oleh tabiat yang sehat pula. Setiap makanan yang dianggap baik itu halal dan setiap makanan yang dianggap kotor/jijik itu haram dimakan, kecuali kalau berdasarkan dalil yang terperinci/qath'i.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, Juz II, hlm.254, sebagai berikut:

Setiap makanan yang dihalalkan Allah ialah yang baik-baik lagi berguna bagi kesehatan dan agama.

Firman-Nya:

قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah! Tiada aku peroleh dalam waktu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, selain bangkai atau darah yang mengalir (selain hati), atau daging babi, karena semua itu kotor/jijik, atau binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah (misalnya nama berhala dsb.). Barang siapa yang karena darurat, padahal dia tidak menginginkannya, dan (memakannya) tidak berlebihan (diperbolehkan memakan yang diharamkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-An'am: 145)

Dan Firman-Nya:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepada kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, dan daging binatang (ketika disembelihnya) menyebut nama selain Allah. Akan tetapi, barang siapa yang karena terpaksa (memakannya), padahal dia tidak menginginkannya (tidak menyukainya) dan tidak berlebihan (tidak banyak, yakni sekadar melenyapkan kelaparan), maka tidak berdosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah: 173)

Kedua ayat tersebut (di atas) menurut tafsir Al-Jamal, Juz I, hlm. 138; dan Juz II, hlm. 102, merupakan bantahan Allah terhadap kaum kafir Jahiliyah yang mengharamkan unta bahirah, yaitu unta betina yang air susunya hanya bagi berhala; unta saibah, yaitu unta yang dibiarkan/dilepas sekehendaknya untuk berhala dan tidak boleh diganggu oleh manusia; unta wasilah, yaitu unta betina yang beranak betina terus-menerus selama dua kali, kemudian diperuntukkan untuk berhala pula dan anak unta tersebut diharamkan dimakan oleh kaum wanita, hanya boleh dimakan oleh kaum pria, sebagaimana yang diterangkan dalam surat Al-An'am ayat 138.

Kemudian ayat-ayat itu dan ayat-ayat Al-Qur'an lainnya yang bersifat umum, Allah memerintahkan dan menugaskan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk menjelaskannya, sebagaimana firman-Nya:

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan kami telah menurunkan kepadamu peringatan (Al-Qur'an) agar kamu menjelaskan kepada manusia akan apa-apa yang diturunkan kepadanya dan supaya mereka itu memikirkan. (QS An-Nahl: 44)

Dengan demikian, Nabi Muhammad Saw. bertugas menjelaskan maksud Al-Qur'an itu yang kemudian kalau masih kurang jelas terinci, dijelaskan lagi oleh para ulama sebagai pewaris para Nabiyullah.

Di antara penjelasan beliau itu ialah mengenai haramnya setiap yang memabukkan; yang dinash dalam Al-Qur'an hanya khamr, yaitu dengan sabdanya:

كل مسكر خمر وكل خمر حرام
Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr adalah haram (HR Muslim dan lain-lainnya)

Kemudian dijelaskan bahwa haramnya itu bukan hanya memakannya, melainkan uang hasil menjualnya juga haram, yaitu dengan sabdanya:

ما حرم اكله حرم ثمنه
Setiap perkara yang haram memakannya, haram juga uang jualannya. (HR Muslim)

Demikianlah patokan mengenai halal atau haramnya makanan.


2. Patokan mengenai halal atau haramnya ikan

Ikan ialah hewan yang hidup di dalam air dan tidak kuat hidup di darat.

Firman Allah:

اُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهٗ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِۚ
Dihalalkan bagi kamu sekalian binatang buruan laut (air, yaitu yang ditangkap dengan kail, pukat, dan sebagainya) dan makanan yang berasal dari laut (termasuk ikan yang terapung atau bangkainya) sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang yang bepergian/berlayar... dst. (QS Al-Maidah: 96)

Termasuk ikan laut ialah hewan-hewan lain yang hidup dalam air. Penjelasan Nabi Muhammad Saw. mengenai ikan yaitu:

احلت لنا ميتتان ودمان السمك والجراد والكبد والطحال
Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, yaitu bangkai ikan dan belalang; dua darah ialah hati dan limpa. (HR Hakim dan Baihaqi)

Kata Abu Hurairah r.a., "Rasulullah Saw. telah bersabda mengenai air laut dan ikannya":

هو الطهور ماؤه والحل ميتته
Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikannya). (HR Ar-ba'ah dan Ibnu Majah)

Hadits ini dijelaskan dalam Syarah Subulus-Salam, Juz I, hlm.20:

المراد بميتته ما مات فيه من دوابه مما لا يعيش الافيه لا ما مات مطلقا
Yang dimaksud dengan bangkainya ialah semua bangkai binatang laut/air, yaitu binatang yang tidak bisa hidup kecuali dalam air, bukan bangkai sembarang bangkai secara mutlak. (Yakni kalau bangkai binatang darat berada di laut, tetap haram dimakan).

Karena binatang yang suka hidup di dalam air itu bermacam-macam, ada yang selamanya hidup di air, tetapi tidak kuat lama hidup di darat; dan ada yang bisa hidup di air, tetapi kuat lama hidup di darat misalnya kodok/katak, ular, dan sebagainya. Untuk itu ulama menerangkan sebagai berikut:

ما لا يعيش الا فى الماء وعيشه خارجه كعيش المذبوح
(Yang dimaksud dengan ikan) ialah setiap binatang yang tidak bisa hidup kecuali dalam air dan hidupnya di luar air seperti hidupnya binatang yang dibunuh. (Dari As-Sirajul-Wahhaj, hlm. 565)

Tafsir Ruhul-Bayan, Juz II, hlm. 442, dikatakan sebagai berikut:

هو ما لا يعيش الا فى الماء مأكولا كان او غير مأكول
Ikan ialah setiap binatang yang tidak bisa hidup kecuali dalam air, baik itu bunatang yang suka dimakan ataupun tidak boleh dimakan kalau di darat (yaitu seperti berupa babi atau anjing laut)

Yang dimaksud dengan kalimat "seperti hidupnya binatang yang dibunuh", yaitu binatang yang kalau di darat akan cepat mati, tidak bisa melihat atau bersuara, atau tidak bisa bergerak atas kesadarannya.

Adapun yang bisa hidup di darat dan di laut (dalam air) yang disebut hayyun-fid-darain, haram dimakan dan tidak termasuk binatang air, sebagaimana yang diterangkan berikut ini:

فما يعيش فى البر والبحر كالبط والضفدع و السرطان و السلحفاة و جميع طيور الماء لا يسمى صيد البحر
Maka setiap binatang yang bisa hidup di darat dan di air, seperti bebek, kodok/katak, kepiting (ketam), penyu, dan seluruh burung laut tidak termasuk binatang laut/air, melainkan binatang darat.

Imam Almawardi mengatakan bahwa binatang laut (air) itu terbagi empat, yaitu:

  1. Kodok/katak ...dsb. dan binatang air yang berbisa, haram dimakan.
  2. Ikan dan semua yang hidup dalam air, halal dimakan.
  3. Binatang darat yang mencari makanan dalam air, seperti burung air, adalah halal.
  4. Sebaliknya, yaitu binatang air yang mencari makanan di darat adalah haram dimakan.

Kalau binatang yang bisa hidup di darat dan di air, dan mencari makanannya pun begitu, apakah dimasukkan binatang darat atau air, maka harus dilihat dari kebiasaannya yang paling lama; jika lamanya di darat, maka termasuk kategori hewan darat, kalau lama di dalam air, maka termasuk kategori ikan.


3. Patokan mengenai halal atau haramnya binatang darat (Hewan)

Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah semua janjimu! Dihalalkan bagi kamu sekalian binatang ternak kecuali yang akan dibacakan atas kamu sekalian ....dst. (QS Al-Maidah:1)

Mengenai pengertian binatang ternak ini diterangkan dalam tafsir Ruhul-Bayan, Juz I, hlm. 337, yaitu binatang yang berkaki empat, seperti unta, sapi, domba, kambing, dan diikutsertakan pula kijang, banteng, dan sebagainya.

Diterangkan juga dalam tafsir Al-Munir, Juz I, hlm.188, sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan binatang ternak adalah semua binatang yang mengunyah makanannya dua kali serta tidak bertaring dan yang menyerupainya, misalnya kijang, sapi liar, dan sebagainya dari binatang buruan, termasuk keledai liar.

Binatang yang diharamkan dimakan, di antaranya sebagaimana yang di sabdakan Nabi Muhammad Saw.:

كل ذي ناب من السباع فأكله حرام
Setiap binatang buas yang bertaring, haram dimakan. (HR Muslim)

Dalam kitab Assirajul-Wahhaj, hlm.566, diterangkan sebagai berikut.

Haram memakan binatang yang sunah dibunuh, yaitu ular, kalajengking, gagak belang, burung elang, tikus, dan binatang buas lainnya yang suka merusak manusia.

Dijelaskan dalam kita Al-Madzahibul-Arba'ah, Juz II, hlm.3, dikatan:

ويحرم أكل حشرات الارض كعقرب وثعبان وفأرة وضفدع ونمل
Dan haram memakan binatang kecil-kecil yang berada di atas tanah, seperti kalajengking, ular, kodok/katak, semut, dan sebagainya.

CATATAN:

Hukum tersebut disepakati oleh para imam mazhab empat kecuali sebagian dari ulama mazhab Malik.

Pendapat tersebut diterangkan pula dalam kitab:

  1. Tanwirul Qulub, hlm.255;
  2. I'anatuthalibin, Juz II, hlm.349;
  3. Al-Bajuri, Juz II, hlm.290;
  4. Qalyubi wa 'Umairah, Juz IV, hlm.257;
  5. Syarah Syarqawy, Juz II, hlm.452;
  6. Al-Muhadzab, Juz I, hlm.246.

4. Patokan mengenai halal atau haramnya burung

Burung-burung yang diharamkan ialah sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:

كل ذي ناب من السباع فأكله حرام (رواه مسلم) وزاد ابن عباس وكل ذي محلب من الطير
Setiap binatang buas yang bertaring haram dimakan. (HR Muslim) Dalam riwayat Ibnu Abbas r.a. ditambahkan, .... dan setiap burung yang berkuku (untuk menyambar mangsanya).

Kata Ibnu Umar r.a.:

نهى رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه وسلم عن الجلالة والبانها. (اخرجه الاربعة الا النسائ)
Rasulullah Saw. melarang memakan binatang yang suka memakan najis/tahi dan juga meminum air susunya. (Dikeluarkan oleh Arba'ah, kecuali An-Nasai)

Baca juga: Boleh atau Tidak Mengobati Orang Sakit dengan Barang Najis?

Dalam kitab Fathul-Wahhab, Juz II, hlm.192, dikatakan:

Dan halal semua burung yang bentuknya seperti piit (pipit).

Demikianlah postingan artikel tentang patokan halal atau haramnya makanan, ikan, hewan, dan burung yang bisa kami sampaikan. semoga postingan ini bermanfaat bagi saya dan untuk para pembaca umumnya.

Posting Komentar

banner