Niat Puasa Wajib Bulan Ramadhan

Niat Puasa Wajib
Niat Puasa Wajib

Niat puasa wajib adalah niat yang dilakukan di dalam bulan suci Ramadhan. Jika seorang muslim melakukan puasa lupa dirinya membaca niat pada malam hari, maka puasanya tidak sah dan wajib menahan diri dari hal yang membatalkan puasa kemudian mesti meng-qadhanya di hari-hari bualan lain selain hari yang diharamkan dalam islam.

Ada beberapa perbedaan mengenai niat puasa wajib itu sendiri, yaitu sebagai berikut.

Madzhab Imam Syafi'i dan Imam Hambali

Bahwa niat puasa wajib harus setiap hari dan dilakukan pada malam hari sebelum terbitnya fajar shadiq, maka satu niat puasa wajib untuk satu kali puasa di bulan Ramadhan.

Sehingga jika ada orang yang puasa meninggalkan niat dimalam hari baik itu sengaja maupun tidak sengaja karena lupa, maka puasanya tidak sah dan wajib di qadha.

Madzhab Imam Maliki

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانْ كُلِّهٖ لِلّٰهِ تَعَالٰى
Seja kaula puasa bulan romadhon, tegesna sakabehna karena Alloh ta'ala

Berbeda dengan madzhab imam Syafi'i dan Hambali. Kalau imam Maliki, boleh menggabungkan niat puasa selama satu bulan penuh yang dilakukan di awal puasa (malam hari sebelum terbitnya fajar shadiq).

Ada syarat dalam menjalankan niat puasa wajib menurut Imam Maliki, yaitu: Dalam satu bulan itu tidak terputus dengan batalnya puasa, seperti terputusnya karena haid. Jika terputus, maka ia harus memulai dengan niat puasa wajib yang baru lagi.

Madzhab Imam Abu Hanifah

Dalam madzhab Imam Abu Hanifah bahwa niat puasa wajib di malam hari itu tidak wajib. Jika berniat setelah masukknya waktu Shubuh tetap sah puasanya bahkan setelah terbitnya matahari dan selagi belum tergelincirnya matahari (waktu dzuhur) niat puasa boleh dilakukan.

Jadi, niat puasa fardhu dalam madzhab Imam Abu Hanifah boleh dilakukan setelah terbit fajar shadiq seperti halnya niat puasa sunnah yang dapat dilakukan di siang hari.

Berikut Niat Puasa Wajib

Dalam kitab kasyifatus saja karya Syekh Imam Nawawi al-Bantani, niat puasa paling sedikitnya adalah:

نَوَيْتُ الصَّوْمَ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ
Saya berniat puasa pada hari esok dari bulan ramadhan

Niat puasa paling sempurnanya adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya berniat puasa pada hari esok untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta'ala.

Disunnahkan untuk menambahkan kalimat imanan wahtisaban setelah membaca hadzihi sanati, seperti pada bacaan berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ إيمانًا واحتسابًا لِلَّهِ تَعَالَى
Saya berniat puasa pada hari esok untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini dengan iman dan kerelaan karena Allah Ta'ala.

Nah, itulah niat puasa wajib. Namun sebelum saya akhiri postingan ini, perlu diingat dan dipahami agar tidak ada yang salah paham mengenai bacaan niat puasa wajib ini di bulan Ramadhan.

Terutama di kalangan masyarakat awam yang bertanya perihal mana yang benar dalam membaca lafadz Ramadhan dalam niat puasa. Sebab kadang ada yang membaca romadhona ada juga yang membacanya romadhoni, ini yang benar mana?

Jangan menjadi perdebatan yang memicu masalah besar di kalangan masyarakat awam. Agar tidak ada kesalah pahaman, maka perlu juga disampaikan disela-sela ceramah para ustadz dan ustadzah saat mengisi pengajian rutinan saat membahas materi pokok puasa.

Saya sampaikan bahwa keduanya betul, baik yang membaca romadhona maupun romadhoni sebab memiliki arti yang sama. Namun perlu diketahui bahwa cara baca seperti itu (romadhona) adalah kurang tepat jika kita melihat atau memandang dari segi ilmu nahwu. Jadi, yang tepat adalah dibacanya romadhoni. Kenapa?

Karena kondisinya idhopat dan diidhopatkan kemana? diidhopatkan pada kalimat setelahnya, yaitu hadzihi. Mungkin kamu tahu dan pernah mendengar mengenai isim ghoiru munshorif jika kamu belajar ilmu nahwu shorof di pesantren (Ingat dua tingkah: jika idhobah dan kemasukkan alif lam, maka barisnya akan berubah).

Hal ini sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab kuning fathul mu'in

Niat Puasa Wajib
Baca juga: Bacaan Niat Zakat Fitrah

Jika masih bingung, tanyakan langsung pada kami melalui kontak Admin.

Sumber: Kitab Fathul Mu'in (karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari) dan Kasyifatus Saja (Karya Syekh Imam Nawawi al-Bantani)